Langsung ke konten utama

Puisi Imam Khoironi_Bangka Pos Edisi 8 September 2019

Mendengarkan


Ricik air terbenam di wadah-wadah mendung
Suaranya serupa semilir angin
Menepuk daun jati yang gugur
Di muka kemarau

Takdir memelukku erat
Hingga biduk yang kunanti tiba
Aku hanya mendengarkan suara gerimis
Lampung, Juli 2019

Senandung

Maka beri tahu aku
Ihwal lagu itu
Di kalbumu senyap saja
Tampak tubuhmu tak lagi menyanyi

Sampai senja menelan apa saja
Yang berderap di muka kota
Aku tak lagi mendengar angin
Yang dahulu bersemayam di lagumu
Lampung, Juli 2019

Angin dan Pohon

/I/
Namun sampai bila juga
Hatiku akan menjemput keniscayaan
Di dalam ruh yang bertebaran
Kutahu angin membawa namamu

Bayangmu pasti kerlip bintang,
Atau teka-teki tentang pelangi
Akankah ia muncul bersama gerimis
Yang melambai pada berkas cahaya?

/II/
Lalu sampailah kita
Tanpa pertanyaan dan jawaban apa-apa
Kehendak hanya datang
Ia tak pernah pulang

Hingga satu ketika waktu membuka
Setiap rahasia dari lagumu
Atau mungkin juga angin
Bertengger di pepohonan
Mendendangkan not balok
Dari nada-nada yang sumbang
Senandungmu

Lampung, Juli 2019

Komentar

Populer

Puisi -puisi Imam Khoironi di Radar Malang

Edisi Minggu, 7 Juli 2019 Menunggu Kepulangan Ayah hari sudah hampir penuh dengan peluh dan lelah membasahi tiap-tiap doaku, saat melangkah menuju surau yang jaraknya melaju ke ujung kesunyian dan kau pun belum juga ingat waktu dan masih mencangkuli ladang citaku setelah matahari mengucapkan sampai jumpa dengan pepohonan dan bulan menyampaikan selamat jalan pada dunia yang ramai di desa kau baru ingat kalau rumah ini punya dunianya sendiri dan juga butuh apimu Lampung, Juni 2019 Menunggu Ibu Pulang tak seperti waktu yang biasa mengalir di sela-sela jemarimu kepergianmu yang berselamat pagi pada embun itu tak pernah mendapat sambutan cahaya pagi lembar demi lembar rindu terus menumpuk, tumbuh dari daun-daun kasihmu yang perlahan gugur di taman surga waktu yang tak kunjung menemui buntu sedangkan kepulanganmu selalu kutunggu di taman yang embun itu menetes dari bunga askh yang tak bisa mengharumi rumah kita Lampung, ...

Puisi Imam Khoironi | Bali Pos

Sumpah Seorang Pemuda Kepada Ibunya Ibu. Aku bersumpah demi yang lebih tinggi Dari bendera dan   apa saja Tanahmu, akan kujadikan tempat kuburku Meredam panas darahku Ibu. Aku bersumpah demi penguasa kehendak Dan kehendak itu sendiri Nasibku biar jadi misteri Semoga menjadi jati diri Ibu. Aku bersumpah demi penyair paling merdeka Dan paling berkuasa di jaga raya Puisi ini kutulis tanpa bahasa apa-apa Kecuali ini bahasamu, Ibu. Way Halim, 28 Oktober 2019 Menggambar Pohon Bagi kami: Yang membalut napas dengan debu kering tanah lapang Retak dan merekah seperti bunga di pertengahan musim semi Serta tidak lupa mengantar doa menuju langit melalui lampion-lampion Juga mantra-mantra yang tak lagi kudus Mencari jalan setapak untuk menemui roh Yang coba menembus langit membincangkan Pengadilan dunia pada Tuhan Ketahuilah: Akar-akar rumput sudah menembus batu Dan pohon dengan daun-daun hijau hanya ada Pada buku mewarnai ...