Langsung ke konten utama

Jurnal 25

 


 Tulisan ini akan menjadi penanda bahwa ada seorang yang mengaku penulis tapi tidak kunjung dikenal sebagai penulis bahkan oleh orang-orang di sekitarnya.

Jurnal 25 adalah sebuah catatan perjalanan hidup, latihan menulis dan tempat bercerita. Rubrik ini akan memuat kejadian-kejadian menarik dalam hidup penulis dan merangkum aktivitas selama satu minggu. Tulisannya tidak akan panjang-panjang karena penulisnya juga masih males-malesan. Takutnya di tengah perjalanan dia capek dan malah banting stir jadi sopir ambulan padahal dia tidak bisa nyetir mobil.

Rubrik ini muncul karena kegelisahan penulis terhadap dirinya sendiri. Setelah hampir 8 tahun menulis di media, dia tidak kunjung mendapatkan apresiasi yang dia harapkan. Dan yang paling parah adalah kemampuan menulisnya yang stagnan dan tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Pada usia yang sudah seperempat abad ini penulis merasa tulisannya gitu-gitu aja. Apalagi setelah kalah dalam beberapa sayembara dan lomba, penulis merasa apa yang selama ini ia klaim adalah kebohongan. Oleh karena itu, ia mulai mengambil langkah revolusioner bagi dirinya. Langkah yang selama ini ia impikan tapi tak jua ia laksanakan.

Langkah ini adalah jalan menuju kesuksesan, pikirnya, tergantung seberapa keras ia bertahan. Ini adalah medan tempur melawan rasa malas dan kebuntuan. Langkah yang memaksa penulis tidak berhenti apapun yang terjadi. Dan apapun hasilnya, mari kita doakan penulis selamat dan pulang dengan hasil yang memuaskan. Aamiin.

Selamat membaca tulisan-tulisan randomku kawan-kawan. Jika kalian berhasil sampai ke paragraf ini, selamat kalian sudah menempuh jalan paling tidak manusiawi yang tidak layak dibaca dan diikuti.

Kalian masih baca? Oh Terima kasih. Kalian hebat. Kalian berhak mendapat hadiah sebuah iPhone dari Wakil Presiden yang tidak suka baca.

Wah wah wah, terlalu politik mas. Yang biasa aja gitu, nanti diculik gimana? Kita gak bisa baca tulisanmu lagi nanti..

Oke lah kalo begitu. Gak politik politik ya.
Untuk mengawali sebuah perjalanan, mari kita ucapkan Bismillahirrahmanirrahim. Dengan ini secara resmi Jurnal 25 dibuka. Tuk tuk tuk prok prok prok, jadi apa?

Nantikan tulisan perdana dari Jurnal 25 - karena tulisan ini gak dihitung, karena kalau dihitung berarti saya ngecheat. Tulisan perdana akan tayang hari Jumat dan setiap jumat kawan-kawan bisa baca tulisan saya sebelum jumatan. Sampai jumpa. AdiosSee you.

Komentar

Populer

Puisi -puisi Imam Khoironi di Radar Malang

Edisi Minggu, 7 Juli 2019 Menunggu Kepulangan Ayah hari sudah hampir penuh dengan peluh dan lelah membasahi tiap-tiap doaku, saat melangkah menuju surau yang jaraknya melaju ke ujung kesunyian dan kau pun belum juga ingat waktu dan masih mencangkuli ladang citaku setelah matahari mengucapkan sampai jumpa dengan pepohonan dan bulan menyampaikan selamat jalan pada dunia yang ramai di desa kau baru ingat kalau rumah ini punya dunianya sendiri dan juga butuh apimu Lampung, Juni 2019 Menunggu Ibu Pulang tak seperti waktu yang biasa mengalir di sela-sela jemarimu kepergianmu yang berselamat pagi pada embun itu tak pernah mendapat sambutan cahaya pagi lembar demi lembar rindu terus menumpuk, tumbuh dari daun-daun kasihmu yang perlahan gugur di taman surga waktu yang tak kunjung menemui buntu sedangkan kepulanganmu selalu kutunggu di taman yang embun itu menetes dari bunga askh yang tak bisa mengharumi rumah kita Lampung, ...

Puisi Imam Khoironi | Bali Pos

Sumpah Seorang Pemuda Kepada Ibunya Ibu. Aku bersumpah demi yang lebih tinggi Dari bendera dan   apa saja Tanahmu, akan kujadikan tempat kuburku Meredam panas darahku Ibu. Aku bersumpah demi penguasa kehendak Dan kehendak itu sendiri Nasibku biar jadi misteri Semoga menjadi jati diri Ibu. Aku bersumpah demi penyair paling merdeka Dan paling berkuasa di jaga raya Puisi ini kutulis tanpa bahasa apa-apa Kecuali ini bahasamu, Ibu. Way Halim, 28 Oktober 2019 Menggambar Pohon Bagi kami: Yang membalut napas dengan debu kering tanah lapang Retak dan merekah seperti bunga di pertengahan musim semi Serta tidak lupa mengantar doa menuju langit melalui lampion-lampion Juga mantra-mantra yang tak lagi kudus Mencari jalan setapak untuk menemui roh Yang coba menembus langit membincangkan Pengadilan dunia pada Tuhan Ketahuilah: Akar-akar rumput sudah menembus batu Dan pohon dengan daun-daun hijau hanya ada Pada buku mewarnai ...

Puisi Imam Khoironi_Bangka Pos Edisi 8 September 2019

Mendengarkan Ricik air terbenam di wadah-wadah mendung Suaranya serupa semilir angin Menepuk daun jati yang gugur Di muka kemarau Takdir memelukku erat Hingga biduk yang kunanti tiba Aku hanya mendengarkan suara gerimis Lampung, Juli 2019 Senandung Maka beri tahu aku Ihwal lagu itu Di kalbumu senyap saja Tampak tubuhmu tak lagi menyanyi Sampai senja menelan apa saja Yang berderap di muka kota Aku tak lagi mendengar angin Yang dahulu bersemayam di lagumu Lampung, Juli 2019 Angin dan Pohon /I/ Namun sampai bila juga Hatiku akan menjemput keniscayaan Di dalam ruh yang bertebaran Kutahu angin membawa namamu Bayangmu pasti kerlip bintang, Atau teka-teki tentang pelangi Akankah ia muncul bersama gerimis Yang melambai pada berkas cahaya? /II/ Lalu sampailah kita Tanpa pertanyaan dan jawaban apa-apa Kehendak hanya datang Ia tak pernah pulang Hingga satu ketika waktu membuka Setiap rahasia dari lagumu Atau mungkin juga angin Bertengger di pepohonan...